Imunisasi
Tuhan menciptakan setiap makhluk hidup dengan kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar dirinya. Salah satu ancaman terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang dibawa oleh berbagai macam mikroba seperti virus, bakteri, parasit, jamur. Tubuh mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas tertentu. Beberapa jenis penyakit seperti pilek, batuk, dan cacar air dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Dalam hal ini dikatakan bahwa sistem pertahanan tubuh (sistem imun) orang tersebut cukup baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit itu. Tetapi bila kuman penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh (terutama pada anak-anak atau pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah) tidak mampu mencegah kuman itu berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan penyakit berat yang membawa kepada cacat atau kematian.
Apakah yang dimaksudkan dengan sistem imun? Kata imun berasal dari bahasa Latin ‘immunitas’ yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.
Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai "pengalaman." Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.
Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.
B C G ( BACILLUS CALMETTE-GUERIN )
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini "berhasil," maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam.
Pemberian Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit Tuberkulosis ( TBC ), Imnunisasi ini diberikan hanya sekali sebelum bayi berumur dua bulan. Reaksi yang akan nampak setelah penyuntikan imunisasi ini adalah berupa perubahan warna kulit pada tempat penyuntikan yang akan berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus, dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut, reaksi lainnya adalah berupa pembesaran kelenjar ketiak atau daera leher, bial diraba akan terasa padat dan bila ditekan tidak terasa sakit. Komplikasi yang dapat terjadi adalah berupa pembengkakan pada daerah tempat suntikan yang berisi cairan tetapi akan sembuh spontan.
D P T (Difteri Pertusis Tetanus)
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan gejala Demam tinggi, pembengkakan pada amandel ( tonsil ) dan terlihat selaput puith kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara ( betuk / bersin ) selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas .
Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “ Batuk Seratus Hari “ adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas yaitu Batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking.
Penularan umumnya terjadi melalui udara ( batuk / bersin ). Pencegahan paling efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang pentuntikan.
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi sistim urat syaraf dan otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya? Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut.
Apa yang menyebabkan infeksi tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.
Polio
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut. Di beberapa negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Poliomielitis. Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan.
Imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah ( 5 – 6 tahun ) dan saat meninggalkan sekolah dasar ( 12 tahun ).Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis. Imunisasi ini jangan diberikan pada anak yang lagi diare berat. Efek samping yang mungkin terjadi sangat minimal dapat berupa kejang-kejang.
Rabies
Rabies adalah penyakit zoonotik yang disebarkan oleh Virus Rabies ( Rhabdovirus ). Penyakit zoonotik lainnya adalah Toxoplasmosis, Japanese Encephalitis, Leptospirosis. Kota Jakarta sebenarnya sudah tidak ada rabies, namun terdapat resiko penduduk terkena Rabies melalui gigitan anjing, kucing atau kera dari uar Jakarta dan menunjukan gejala Rabies di Jakarta. Angka kematian ( fatalitas ) masih 100%. Penderita Rabies diisolasi secara ketat dalam ruangan khusus.
Penyakit Rabies disebabkan oleh virus rabies.
Rabies di Jawa Barat pertama kali ditemukan pada hewan tahun 1894, sampai saat ini masih belum dapat diberantas secara tuntas dan menyebabkan Jawa Barat merupakan satu-satunya propinsi di Pulau Jawa yang belum bebas dari penyakit rabies.
Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita rabies atau dapat pula melalui luka yang terkena air liur hewan penderita rabies.
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala Desa / Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter.
Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
Pemilik anjing wajib untuk menvaksinasi rabies.
Anjing liar atau anjing yang diliarkan harus segera dilaporkan kepada petugas Dinas Peternakan atau Pos Kesehatan Hewan untuk diberantas / dimusnahkan.
Kurangi sumber makanan di tempat terbuka Untuk mengurangi anjing liar atau anjing yang diliarkan.
Daerah yang terbebas dari penyakit rabies, harus mencegah masuknya anjing, kucing, kera dan hewan sejenisnya dari daerah tertular rabies.
Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melaporkannya kepada Petugas Dinas Peternakan atau Posko Rabies.
PENANGANAN HEWAN RABIES
Hewan yang telah menggigit manusia harus diusahakan tertangkap dan jangan dibunuh, laporkan kepada petugas Dinas Peternakan, Pos Kesehatan Hewan atau diserahkan langsung kepada Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan observasi selama 14 hari.
Hewan yang telah menggigit manusia dan tertangkap tetapi terpaksa dibunuh atau mati, kepalanya harus diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat sebagai bahan pemeriksaan laboratorium.
GEJALA PENYAKIT RABIES
Hewan yang menjadi garang atau ganas ( furious rabies)
Sikap hewan tenang ( dum rabies )
TINDAKAN PADA ORANG YANG DIGIGIT HEWAN TERSANGKA RABIES
Cuci luka bekas gigitan dengan sabun kemudian keringkan dengan lap yang bersih atau kapas.
Luka yang sudah bersih dan kering diberi alkohol 70% kemudian diberi obat merah , Iodium atau Betadine.
Penderita segera dikirim ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat
Campak
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita.Gejala-gejalanya adalah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3 – 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya.
Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang Paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen ( menetap ). Pencegahan adalah dengan cara menjaga kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolah raga yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan melakukan imunisasi. Pemberian Imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih.
CAMPAK DI INDONESIA
Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample darah dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.
Tahapan pemberantasan Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun.
Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
C. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.
Tujuan Reduksi Campak
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).
Strategi Reduksi Campak
Reduksi campak mempunyai 5 strategi yaitu:
Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen. Surveilans Campak.
Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
Pemeriksaan Laboratorium Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.
Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan keleng - kapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.
Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian (grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6'). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan koprehensive.
Kesimpulan.
Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurutan paling tajam pada kelompok umur
Hepatitis
Masalah Hepatitis B makin maningkat. Prevalensi pengidap di Indonesia tahun 1993 bervariasi antar daerah yang berkisar dari 2,8% - 33,2% . Bila rata-rata 5% penduduk Indonesia adalah carier Hepatitis B maka diperkirakan saat ini ada 10 juta orang. Para pengidap ini akan makin menyebar ke masyarakat luas. Negara dengan tingkat HbsAg >8% dihimbau oleh WHA untuk menyertakan Hepatitis B ke dalam program imunisasi nasional. Target di tahun 2007 adalah Indonesia bebas dari Hepatitis B. Sebesar 50% dari Ibu hamil pengidap Hepattis B akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus yang terjadi pada penderita Hepatitis B ( 10 % ) akan menjurus kepada kronis dan dari kasusu yang kronis ini 20%-nya menjadi hepatoma. Dan kemungkinan akan kronisitas kan lebih banyak terjadi pada anak-anak Balita oleh karena respon imun pada mereka belum sepenuhnya berkembang sempurna.
Influenza
Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular dan disebabkan oleh virus influenza, yang menyerang saluran pernapasan. Penularan virus terjadi melalui udara pada saat berbicara, batuk dan bersin, Influenza sangat menular selama 1 – 2 hari sebelum gejalanya muncul, itulah sebabnya penyebaran virus ini sulit dihentikan.
Berlawanan dengan pendapat umum, influenza bukan batuk – pilek biasa yang tidak berbahaya. Gejala Utama infleunza adalah : Demam, sakit Kepala,sakit otot diseluruh badan, pilek, sakit tenggorok, batuk dan badan lemah. Pada Umumnya penderita influenza tidak dapat bekerja / bersekolah selama beberapa hari.
Dinegara bermusim empat, setiap tahun pada musim dingin terjadi letusan influenza yang banyak menimbulkan konmplikasi dan kematian pada orang-orang beresiko tinggi :
o Usia lanjut ( > 60 tahun )
o Anak – anak penderita Asma
o Penderita penyakit kronis ( Paru , Jantung, Ginjal, Diabetes )
o Penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.
Dinegara-negara tropis seperti Indonesia, influenza terjadi sepanjang tahun. Setiap tahun influenza menyebabkan ribuan orang meninggal diseluruh dunia. Biaya pengobatan, biaya penanganan komplikasi, dan kerugian akibat hilangnya hari kerja ( absen dari sekolah dan tempat kerja ) sangat tinggi.
Berbeda dengan batuk pilek biasa influenza dapat mengakibatkan komplikasi yang berat. Virus influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran pernapasan sehingga penderita sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus, yang menyebabkan radang paru ( Pneumonia ) yang berbahaya. Selain itu, apabila penderita sudah mempunyai penyakit kronis lain sebelumnya ( Penyakit Jantung, Paru-paru, ginjal, diabetes dll ), penyakit-penyakit itu dapat menjadi lebih berat akibat influenza.
Setiap orang dapat terserang influenza tanpa membedakan usia dan tingkat sosial. Cara mencegah agar kita tidak terserang penyakit Influenza adalah dengan memelihara cara hidup sehat, yakni dengan makanan sehat dan berolah raga teratur serta istirahat yang cukup. Cara yang lain adalah dengan melakukan Vaksinasi, cara ini paling efektif dan aman dan dapat memberikan perlindungan selama satu tahun terhadap serangan penyakit Influenza..
Bagi ummat Islam yang akan menunaikan Ibadah haji baik ibadah haji Umroh maupun ibadah haji biasa sebaiknya dilakukan imunisasi influenza ini, karena bila jamaah terjangkit penyakit influenza maka pelaksanaan ibadah hajinya tentu akan terhambat, sementara dengan melakukan Imunisasi ( pencegahan ) kiranya lebih mudah daripada bila jamaah haji sudah terkena penyakit influenza ini.
MENGENAL INFLUENZA PADA JEMAAH INDONESIA Dalam musim haji tahun ini, jamaah haji Indonesia perlu mewaspadai kemungkinan tertular penyakit Influenza selama di Arab Saudi. Hal ini mengingat penyakit Influenza berpotensi sebagai salah satu masalah kesehatan jamaah berbagai bangsa yang sedang berhaji termasuk jamaah haji Indonesia.
WHO melaporkan penyakit ini telah beberapa kali menimbulkan pandemi yang dikenal dengan Spanis Flu ( 1918 ), Asian Flu ( 1968 ), Hongkong Flu( 1968), Russian Flu( 1977 ) dan Flu Burung di Hongkong ( 1997 ). WHO menekankan pula, adanya kecenderungan peningkatan jumlah baik kesakitan dan kematian karena Influenza akhir-akhir ini di Eropah dan Amerika serta penyakit ini diperkirakan akan merebak ke seluruh dunia termasuk Arab Saudi.
Beberapa kondisi yang diidentifikasi dapat berhubungan dengan kejadian Influenza pada jemaah Indonesia. Adapun kondisi tersebut, seperti; besarnya jumlah jemaah yang datang berhaji dari seluruh dunia haji pada setiap tahunnya, peningkatan jumlah kasus Influenza dapat terjadi pada musim hujan atau dingin disuatu negara, kualitas fisik jemaah yang memperihatinkan dan ruas perjalanan haji yang panjang serta berbagai pengaruhnya kepada kesehatan. Disamping itu, lebih kurang dua perlima dari jemaah haji Indonesia termasuk golongan risti. Perdefinisi risti adalah kondisi/ penyakit pada calon jemaah haji/ jemaah haji yang dapat memperburuk kesehatannya selama perjalanan ibadah haji. Kondisi risti ini juga dikenal sebagai kelompok berisiko tinggi bagi penyakit Influenza. Kesemua hal ini dapat berdampak tidak menguntungkan bagi kesehatan jemaah haji Indonesia.
Tulisan ini memuat gambaran ringkas tentang penyakit Influenza, perlunya kewaspadaan serta upaya pencegahan yang dilakukan oleh jemaah haji. Melalui tulisan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan jamaah haji tentang Influenza sekaligus mampu berprilaku semestinya selama perjalanan haji.
Apa yang disebut penyakit Influenza?
Penyakit Influenza adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang bersifat akut dan menular. Apa penyebab penyakit ini? Penyebab penyakit inluenza adalah Virus Influenza( yang termasuk dalam kelompok virus Orthomyxoviruses ). Ada 3( tiga ) type virus penyebab penyakit Influenza, yaitu; A, B, dan C. Type A dikenal bersifat sangat menular dan dapat tersebar pada kelompok penduduk secara lokal, nasional atau bahkan secara global.
Bagaimana cara penularan dan perjalanannya ditubuh manusia? Penularan penyakit Influenza dapat terjadi secara kontak langsung ataupun tidak langsung. Umumnya, penularan terjadi melalui percikan air ludah /liur yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-cakap atau percikan batuk maupun bersin.
Adapun periode masuknya virus penyebab sampai timbulnya gejala dan tanda penyakit Influenza rata-rata 2 hari dengan rentang jarak 1 – 4 hari, sedangkan kemungkinan penularan mulai dapat terjadi 1-2 hari sebelum dan 4-5 hari setelah gejala penyakit.
Apa gejala dan tanda penyakit Influenza?
Gejala berupa;
- Demam mendadak disertai menggigil
- Sakit kepala
- Badan lemah
- Nyeri otot dan sendi
Gejala ini bertahan selama 3 – 7 hari. Bila penyakit bertambah berat, gejala tersebut diatas akan berganti dengan gejala penyakit saluran pernafasan seperti batuk, pilek dan sakit tenggorokan. Kadang-kadang juga disertai gejala sakit perut, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik : muka kemerahan, mata kemerahan dan berair serta kelenjar getah bening leher dapat teraba.
Apa yang dapat diakibatkan Penyakit Influenza? Akibat penyakit Influenza yang ditakutkan adalah timbulnya infeksi sekunder, seperti; radang paru-paru( Pneumonia ), myositis, sindroma Reye, gangguan syaraf pusat. Disamping itu, penderita/ pengidap penyakit kronis dapat bertambah berat bila terkena penyakit Influenza. Beberapa penyakit kronis tersebut, seperti; Asma, paru–paru kronis, jantung, kencing manis, ginjal kronis, gangguan status imunitas tubuh, kelainan darah dll.
Mengapa Jemaah Haji Indonesia Perlu Mewaspadai Tertular Penyakit Influenza Selama Perjalanan Haji? Jemaah haji Indonesia perlu mewaspadai tertular Penyakit Influenza, karena: penyakit inluenza bersifat menular dan kepadatan manusia dalam musim haji dapat memudahkan penularan penyakit diantara jemaah; jemaah haji terpajan musim dingin dimana penderita penyakit ini biasanya meningkat; status kesehatan jemaah berpenyakit risti dan usia lanjut cukup besar yang dikategorikan sebagai kelompok berisiko tinggi tertular penyakit influenza, kualitas fisik jemaah haji cukup memperhatinkan dan perjalanan haji yang panjang menjadikan jemaah cukup rentan tertular penyakit. Untuk kesemua hal diatas jemaaah haji patut meningkatkan kewaspadaan dari tertular penyakit Influenza.
Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan jamaah haji untuk mencegah dari risiko tertular penyakit Influenza?
Upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan jemaah haji, yaitu:
Memelihara kebersihan diri dan lingkungan pondokan secara baik.
Istirahat yang cukup, banyak mengkonsumsi buah-bahan segar dan sayur-sayuran hijau.
Minum air yang cukup dan upayakan membawa air minum serta tempat minum( mangkuk/ gelas ) masing-masing.
Membiasakan diri untuk membersihkan ingus memakai kertas tissu atau sapu tangan yang dapat menyerap cairan hidung dan membuangnya di tempat sampah.
Selalu memakai masker(penutup) hidung dan mulut yang bersih selama berada di Arab Saudi. Pemakaian masker bertujuan untuk mencegah jamaah haji dari terkena percikan air ludah/ liur yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-cakap atau terkena percikan dahak, ingus, batuk dan bersin.
Bagi jemaah haji yang terkena penyakit Influenza agar tetap menggunakan masker baik di pemondokan atau diluar pemondokan agar tidak menularkan kepada jemaah haji yang sehat.
Mengurangi keluar dari pondokan bila tidak perlu.
Menghindari diri agar tidak kontak dekat dengan penderita bergejala dan tanda penyakit Influenza.
Sedapat mungkin menghindari kerumunan kepadatan manusia atau tempat - tempat yang dipadati orang terutama pada tempat yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan ibadah haji.
Hindari hidup berdesakan dalam satu kamar pondokan di luar jumlah yang sudah ditentukan selama di Arab Saudi.
Bila merasa sakit, segera berobat ke TKHI Kloter atau BPHI setempat.
Demam Tifoid
Penyakit Demam Tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masuk melalui saluran pencernaan dan menyebar keseluruh tubuh ( sistemik), Bakteri ini akan berkembang biak di kelenjar getah bening usus dan kemudian masuk kedalam darah sehingga meyebabkan penyebaran kuman dalam darah dan selanjutnya terjadilah peyebaran kuman kedalam limpa, kantung empedu, hati, paru-paru, selaput otak dan sebagainya. Gejala-gejalanya adalah : Demam, dapat berlangsung terus menerus. Minggu Pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore / malam hari. Minggu Kedua, Penderita terus dalam keadaan demam. Minggu ketiga, suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali diakhir minggu. Gangguan Pada Saluran Pencernaan, Nafas tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput lendir kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Bisa juga perut kembung, hati dan limpa membesar serta timbul rasa nyeri bila diraba. Biasanya sulit buang air besar, tetapi mungkin pula normal dan bahkan dapat terjadi diare. Gangguan Kesadaran, Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu menjadi apatis ( acuh tak acuh) sampai somnolen ( mengantuk )
Bakteri ini disebarkan melalui tinja. Muntahan, dan urin orang yang terinfeksi demam tofoid, yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus kedapur, dan mengkontaminasi makanan dan minuman, sayuran ataupun buah-buahan segar. Mengkonsumsi makanan / minuman yang tercemar demikian dapat menyebabkan manusia terkena infeksi demam tifoid. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan memberikan vaksinasi yang dapat melindungi seseorang selama 3 tahun dari penyakit Demam Tifoid yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Pemberian vaksinasi ini hampir tidak menimbulkan efek samping dan kadang-kadang mengakibatkan sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang akan segera hilang kemudian.
IMUNISASI
Apa yang seharusnya diketahui oleh setiap keluarga dan masyarakat mengenai imunisasi ?. Tanpa Imunisasi, Kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakir-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap. Bilamana fasilitas pelayanan kesehatan tidak dapat memberikan Imunisasi dengan pertimbangan tertentu, orang tua dapat menghubungi seseorang Dokter (Dokter Spesialis Anak) untuk mendapatkannya.
Tujuan Imunisasi:
Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.
Manfaat Imunisasi:
(1)Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
(2)Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
(3)Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
Perlukah Imunisasi ulang?
Imunisasi perlu diulang untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit.
Dimana mendapatkan imunisasi?
(1)Di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
(2)Di Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin, BKIA atau Rumah Sakit Pemerintah.
(3)Di Praktek Dokter/Bidan atau Rumah Sakit Swasta.
Apakah Imunisasi Difteri, Pertusis (Batuk Rejan), Tetanus (DPT) dapat diberikan bersama-sama Imunisasi polio?
Imunisasi DPTdan polio dapat diberikan bersamaan waktunya.
Efek samping Imunisasi:
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yan membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi adalah sebaagai berikut:
BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2 – 3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ± 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.
DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.
POLIO: Jarang timbuk efek samping.
CAMPAK: Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4 – 10 hari sesudah penyuntikan.
HEPATITIS: Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.
Perlukah pemerikasaan darah sebelum pemberian Imunisasi Hepatitis?
Untuk bayi berumur lebih dari 1 tahun seyogyanya dilakukan pemerikasaan darah.
TETANUS TOXOID: Efek samping TT untuk ibu hamil tidak ada. Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan dari pada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.
Untuk apakah Imunisasi ini?
Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan Imunisasi Imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan ibu-ibu hamil serta wanita usia subur.
Apakah Imunisasi Dasar dan beberapa kali diberikan?
Imunisasi Dasar diberikan untuk mendapat kekebalan awal secara aktif.
Kekebalan Imunisasi Dasar perlu diulang pada DPT, Polio, Hepatitis agar dapat melindungi dari paparan penyakit.
Pemberian Imunisasi Dasar pada Campak, BCG, tidak perlu diulang karena kekebalan yang diperoleh dapat melindungi dari paparan bibit penyakit dalam waktu cukup lama.
Source : www.infeksi.com
Apakah yang dimaksudkan dengan sistem imun? Kata imun berasal dari bahasa Latin ‘immunitas’ yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.
Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai "pengalaman." Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.
Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.
B C G ( BACILLUS CALMETTE-GUERIN )
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini "berhasil," maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam.
Pemberian Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit Tuberkulosis ( TBC ), Imnunisasi ini diberikan hanya sekali sebelum bayi berumur dua bulan. Reaksi yang akan nampak setelah penyuntikan imunisasi ini adalah berupa perubahan warna kulit pada tempat penyuntikan yang akan berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus, dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut, reaksi lainnya adalah berupa pembesaran kelenjar ketiak atau daera leher, bial diraba akan terasa padat dan bila ditekan tidak terasa sakit. Komplikasi yang dapat terjadi adalah berupa pembengkakan pada daerah tempat suntikan yang berisi cairan tetapi akan sembuh spontan.
D P T (Difteri Pertusis Tetanus)
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan gejala Demam tinggi, pembengkakan pada amandel ( tonsil ) dan terlihat selaput puith kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara ( betuk / bersin ) selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas .
Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “ Batuk Seratus Hari “ adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas yaitu Batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking.
Penularan umumnya terjadi melalui udara ( batuk / bersin ). Pencegahan paling efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang pentuntikan.
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi sistim urat syaraf dan otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya? Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut.
Apa yang menyebabkan infeksi tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.
Polio
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut. Di beberapa negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Poliomielitis. Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan.
Imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah ( 5 – 6 tahun ) dan saat meninggalkan sekolah dasar ( 12 tahun ).Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis. Imunisasi ini jangan diberikan pada anak yang lagi diare berat. Efek samping yang mungkin terjadi sangat minimal dapat berupa kejang-kejang.
Rabies
Rabies adalah penyakit zoonotik yang disebarkan oleh Virus Rabies ( Rhabdovirus ). Penyakit zoonotik lainnya adalah Toxoplasmosis, Japanese Encephalitis, Leptospirosis. Kota Jakarta sebenarnya sudah tidak ada rabies, namun terdapat resiko penduduk terkena Rabies melalui gigitan anjing, kucing atau kera dari uar Jakarta dan menunjukan gejala Rabies di Jakarta. Angka kematian ( fatalitas ) masih 100%. Penderita Rabies diisolasi secara ketat dalam ruangan khusus.
Penyakit Rabies disebabkan oleh virus rabies.
Rabies di Jawa Barat pertama kali ditemukan pada hewan tahun 1894, sampai saat ini masih belum dapat diberantas secara tuntas dan menyebabkan Jawa Barat merupakan satu-satunya propinsi di Pulau Jawa yang belum bebas dari penyakit rabies.
Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita rabies atau dapat pula melalui luka yang terkena air liur hewan penderita rabies.
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala Desa / Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter.
Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
Pemilik anjing wajib untuk menvaksinasi rabies.
Anjing liar atau anjing yang diliarkan harus segera dilaporkan kepada petugas Dinas Peternakan atau Pos Kesehatan Hewan untuk diberantas / dimusnahkan.
Kurangi sumber makanan di tempat terbuka Untuk mengurangi anjing liar atau anjing yang diliarkan.
Daerah yang terbebas dari penyakit rabies, harus mencegah masuknya anjing, kucing, kera dan hewan sejenisnya dari daerah tertular rabies.
Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melaporkannya kepada Petugas Dinas Peternakan atau Posko Rabies.
PENANGANAN HEWAN RABIES
Hewan yang telah menggigit manusia harus diusahakan tertangkap dan jangan dibunuh, laporkan kepada petugas Dinas Peternakan, Pos Kesehatan Hewan atau diserahkan langsung kepada Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan observasi selama 14 hari.
Hewan yang telah menggigit manusia dan tertangkap tetapi terpaksa dibunuh atau mati, kepalanya harus diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat sebagai bahan pemeriksaan laboratorium.
GEJALA PENYAKIT RABIES
Hewan yang menjadi garang atau ganas ( furious rabies)
Sikap hewan tenang ( dum rabies )
TINDAKAN PADA ORANG YANG DIGIGIT HEWAN TERSANGKA RABIES
Cuci luka bekas gigitan dengan sabun kemudian keringkan dengan lap yang bersih atau kapas.
Luka yang sudah bersih dan kering diberi alkohol 70% kemudian diberi obat merah , Iodium atau Betadine.
Penderita segera dikirim ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat
Campak
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita.Gejala-gejalanya adalah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3 – 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya.
Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang Paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen ( menetap ). Pencegahan adalah dengan cara menjaga kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolah raga yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan melakukan imunisasi. Pemberian Imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih.
CAMPAK DI INDONESIA
Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample darah dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.
Tahapan pemberantasan Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun.
Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
C. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.
Tujuan Reduksi Campak
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).
Strategi Reduksi Campak
Reduksi campak mempunyai 5 strategi yaitu:
Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen. Surveilans Campak.
Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
Pemeriksaan Laboratorium Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.
Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan keleng - kapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.
Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian (grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6'). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan koprehensive.
Kesimpulan.
Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurutan paling tajam pada kelompok umur
Hepatitis
Masalah Hepatitis B makin maningkat. Prevalensi pengidap di Indonesia tahun 1993 bervariasi antar daerah yang berkisar dari 2,8% - 33,2% . Bila rata-rata 5% penduduk Indonesia adalah carier Hepatitis B maka diperkirakan saat ini ada 10 juta orang. Para pengidap ini akan makin menyebar ke masyarakat luas. Negara dengan tingkat HbsAg >8% dihimbau oleh WHA untuk menyertakan Hepatitis B ke dalam program imunisasi nasional. Target di tahun 2007 adalah Indonesia bebas dari Hepatitis B. Sebesar 50% dari Ibu hamil pengidap Hepattis B akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus yang terjadi pada penderita Hepatitis B ( 10 % ) akan menjurus kepada kronis dan dari kasusu yang kronis ini 20%-nya menjadi hepatoma. Dan kemungkinan akan kronisitas kan lebih banyak terjadi pada anak-anak Balita oleh karena respon imun pada mereka belum sepenuhnya berkembang sempurna.
Influenza
Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular dan disebabkan oleh virus influenza, yang menyerang saluran pernapasan. Penularan virus terjadi melalui udara pada saat berbicara, batuk dan bersin, Influenza sangat menular selama 1 – 2 hari sebelum gejalanya muncul, itulah sebabnya penyebaran virus ini sulit dihentikan.
Berlawanan dengan pendapat umum, influenza bukan batuk – pilek biasa yang tidak berbahaya. Gejala Utama infleunza adalah : Demam, sakit Kepala,sakit otot diseluruh badan, pilek, sakit tenggorok, batuk dan badan lemah. Pada Umumnya penderita influenza tidak dapat bekerja / bersekolah selama beberapa hari.
Dinegara bermusim empat, setiap tahun pada musim dingin terjadi letusan influenza yang banyak menimbulkan konmplikasi dan kematian pada orang-orang beresiko tinggi :
o Usia lanjut ( > 60 tahun )
o Anak – anak penderita Asma
o Penderita penyakit kronis ( Paru , Jantung, Ginjal, Diabetes )
o Penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.
Dinegara-negara tropis seperti Indonesia, influenza terjadi sepanjang tahun. Setiap tahun influenza menyebabkan ribuan orang meninggal diseluruh dunia. Biaya pengobatan, biaya penanganan komplikasi, dan kerugian akibat hilangnya hari kerja ( absen dari sekolah dan tempat kerja ) sangat tinggi.
Berbeda dengan batuk pilek biasa influenza dapat mengakibatkan komplikasi yang berat. Virus influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran pernapasan sehingga penderita sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus, yang menyebabkan radang paru ( Pneumonia ) yang berbahaya. Selain itu, apabila penderita sudah mempunyai penyakit kronis lain sebelumnya ( Penyakit Jantung, Paru-paru, ginjal, diabetes dll ), penyakit-penyakit itu dapat menjadi lebih berat akibat influenza.
Setiap orang dapat terserang influenza tanpa membedakan usia dan tingkat sosial. Cara mencegah agar kita tidak terserang penyakit Influenza adalah dengan memelihara cara hidup sehat, yakni dengan makanan sehat dan berolah raga teratur serta istirahat yang cukup. Cara yang lain adalah dengan melakukan Vaksinasi, cara ini paling efektif dan aman dan dapat memberikan perlindungan selama satu tahun terhadap serangan penyakit Influenza..
Bagi ummat Islam yang akan menunaikan Ibadah haji baik ibadah haji Umroh maupun ibadah haji biasa sebaiknya dilakukan imunisasi influenza ini, karena bila jamaah terjangkit penyakit influenza maka pelaksanaan ibadah hajinya tentu akan terhambat, sementara dengan melakukan Imunisasi ( pencegahan ) kiranya lebih mudah daripada bila jamaah haji sudah terkena penyakit influenza ini.
MENGENAL INFLUENZA PADA JEMAAH INDONESIA Dalam musim haji tahun ini, jamaah haji Indonesia perlu mewaspadai kemungkinan tertular penyakit Influenza selama di Arab Saudi. Hal ini mengingat penyakit Influenza berpotensi sebagai salah satu masalah kesehatan jamaah berbagai bangsa yang sedang berhaji termasuk jamaah haji Indonesia.
WHO melaporkan penyakit ini telah beberapa kali menimbulkan pandemi yang dikenal dengan Spanis Flu ( 1918 ), Asian Flu ( 1968 ), Hongkong Flu( 1968), Russian Flu( 1977 ) dan Flu Burung di Hongkong ( 1997 ). WHO menekankan pula, adanya kecenderungan peningkatan jumlah baik kesakitan dan kematian karena Influenza akhir-akhir ini di Eropah dan Amerika serta penyakit ini diperkirakan akan merebak ke seluruh dunia termasuk Arab Saudi.
Beberapa kondisi yang diidentifikasi dapat berhubungan dengan kejadian Influenza pada jemaah Indonesia. Adapun kondisi tersebut, seperti; besarnya jumlah jemaah yang datang berhaji dari seluruh dunia haji pada setiap tahunnya, peningkatan jumlah kasus Influenza dapat terjadi pada musim hujan atau dingin disuatu negara, kualitas fisik jemaah yang memperihatinkan dan ruas perjalanan haji yang panjang serta berbagai pengaruhnya kepada kesehatan. Disamping itu, lebih kurang dua perlima dari jemaah haji Indonesia termasuk golongan risti. Perdefinisi risti adalah kondisi/ penyakit pada calon jemaah haji/ jemaah haji yang dapat memperburuk kesehatannya selama perjalanan ibadah haji. Kondisi risti ini juga dikenal sebagai kelompok berisiko tinggi bagi penyakit Influenza. Kesemua hal ini dapat berdampak tidak menguntungkan bagi kesehatan jemaah haji Indonesia.
Tulisan ini memuat gambaran ringkas tentang penyakit Influenza, perlunya kewaspadaan serta upaya pencegahan yang dilakukan oleh jemaah haji. Melalui tulisan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan jamaah haji tentang Influenza sekaligus mampu berprilaku semestinya selama perjalanan haji.
Apa yang disebut penyakit Influenza?
Penyakit Influenza adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang bersifat akut dan menular. Apa penyebab penyakit ini? Penyebab penyakit inluenza adalah Virus Influenza( yang termasuk dalam kelompok virus Orthomyxoviruses ). Ada 3( tiga ) type virus penyebab penyakit Influenza, yaitu; A, B, dan C. Type A dikenal bersifat sangat menular dan dapat tersebar pada kelompok penduduk secara lokal, nasional atau bahkan secara global.
Bagaimana cara penularan dan perjalanannya ditubuh manusia? Penularan penyakit Influenza dapat terjadi secara kontak langsung ataupun tidak langsung. Umumnya, penularan terjadi melalui percikan air ludah /liur yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-cakap atau percikan batuk maupun bersin.
Adapun periode masuknya virus penyebab sampai timbulnya gejala dan tanda penyakit Influenza rata-rata 2 hari dengan rentang jarak 1 – 4 hari, sedangkan kemungkinan penularan mulai dapat terjadi 1-2 hari sebelum dan 4-5 hari setelah gejala penyakit.
Apa gejala dan tanda penyakit Influenza?
Gejala berupa;
- Demam mendadak disertai menggigil
- Sakit kepala
- Badan lemah
- Nyeri otot dan sendi
Gejala ini bertahan selama 3 – 7 hari. Bila penyakit bertambah berat, gejala tersebut diatas akan berganti dengan gejala penyakit saluran pernafasan seperti batuk, pilek dan sakit tenggorokan. Kadang-kadang juga disertai gejala sakit perut, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik : muka kemerahan, mata kemerahan dan berair serta kelenjar getah bening leher dapat teraba.
Apa yang dapat diakibatkan Penyakit Influenza? Akibat penyakit Influenza yang ditakutkan adalah timbulnya infeksi sekunder, seperti; radang paru-paru( Pneumonia ), myositis, sindroma Reye, gangguan syaraf pusat. Disamping itu, penderita/ pengidap penyakit kronis dapat bertambah berat bila terkena penyakit Influenza. Beberapa penyakit kronis tersebut, seperti; Asma, paru–paru kronis, jantung, kencing manis, ginjal kronis, gangguan status imunitas tubuh, kelainan darah dll.
Mengapa Jemaah Haji Indonesia Perlu Mewaspadai Tertular Penyakit Influenza Selama Perjalanan Haji? Jemaah haji Indonesia perlu mewaspadai tertular Penyakit Influenza, karena: penyakit inluenza bersifat menular dan kepadatan manusia dalam musim haji dapat memudahkan penularan penyakit diantara jemaah; jemaah haji terpajan musim dingin dimana penderita penyakit ini biasanya meningkat; status kesehatan jemaah berpenyakit risti dan usia lanjut cukup besar yang dikategorikan sebagai kelompok berisiko tinggi tertular penyakit influenza, kualitas fisik jemaah haji cukup memperhatinkan dan perjalanan haji yang panjang menjadikan jemaah cukup rentan tertular penyakit. Untuk kesemua hal diatas jemaaah haji patut meningkatkan kewaspadaan dari tertular penyakit Influenza.
Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan jamaah haji untuk mencegah dari risiko tertular penyakit Influenza?
Upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan jemaah haji, yaitu:
Memelihara kebersihan diri dan lingkungan pondokan secara baik.
Istirahat yang cukup, banyak mengkonsumsi buah-bahan segar dan sayur-sayuran hijau.
Minum air yang cukup dan upayakan membawa air minum serta tempat minum( mangkuk/ gelas ) masing-masing.
Membiasakan diri untuk membersihkan ingus memakai kertas tissu atau sapu tangan yang dapat menyerap cairan hidung dan membuangnya di tempat sampah.
Selalu memakai masker(penutup) hidung dan mulut yang bersih selama berada di Arab Saudi. Pemakaian masker bertujuan untuk mencegah jamaah haji dari terkena percikan air ludah/ liur yang keluar dari penderita sewaktu bercakap-cakap atau terkena percikan dahak, ingus, batuk dan bersin.
Bagi jemaah haji yang terkena penyakit Influenza agar tetap menggunakan masker baik di pemondokan atau diluar pemondokan agar tidak menularkan kepada jemaah haji yang sehat.
Mengurangi keluar dari pondokan bila tidak perlu.
Menghindari diri agar tidak kontak dekat dengan penderita bergejala dan tanda penyakit Influenza.
Sedapat mungkin menghindari kerumunan kepadatan manusia atau tempat - tempat yang dipadati orang terutama pada tempat yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan ibadah haji.
Hindari hidup berdesakan dalam satu kamar pondokan di luar jumlah yang sudah ditentukan selama di Arab Saudi.
Bila merasa sakit, segera berobat ke TKHI Kloter atau BPHI setempat.
Demam Tifoid
Penyakit Demam Tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masuk melalui saluran pencernaan dan menyebar keseluruh tubuh ( sistemik), Bakteri ini akan berkembang biak di kelenjar getah bening usus dan kemudian masuk kedalam darah sehingga meyebabkan penyebaran kuman dalam darah dan selanjutnya terjadilah peyebaran kuman kedalam limpa, kantung empedu, hati, paru-paru, selaput otak dan sebagainya. Gejala-gejalanya adalah : Demam, dapat berlangsung terus menerus. Minggu Pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore / malam hari. Minggu Kedua, Penderita terus dalam keadaan demam. Minggu ketiga, suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali diakhir minggu. Gangguan Pada Saluran Pencernaan, Nafas tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput lendir kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Bisa juga perut kembung, hati dan limpa membesar serta timbul rasa nyeri bila diraba. Biasanya sulit buang air besar, tetapi mungkin pula normal dan bahkan dapat terjadi diare. Gangguan Kesadaran, Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu menjadi apatis ( acuh tak acuh) sampai somnolen ( mengantuk )
Bakteri ini disebarkan melalui tinja. Muntahan, dan urin orang yang terinfeksi demam tofoid, yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus kedapur, dan mengkontaminasi makanan dan minuman, sayuran ataupun buah-buahan segar. Mengkonsumsi makanan / minuman yang tercemar demikian dapat menyebabkan manusia terkena infeksi demam tifoid. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan memberikan vaksinasi yang dapat melindungi seseorang selama 3 tahun dari penyakit Demam Tifoid yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Pemberian vaksinasi ini hampir tidak menimbulkan efek samping dan kadang-kadang mengakibatkan sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang akan segera hilang kemudian.
IMUNISASI
Apa yang seharusnya diketahui oleh setiap keluarga dan masyarakat mengenai imunisasi ?. Tanpa Imunisasi, Kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakir-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap. Bilamana fasilitas pelayanan kesehatan tidak dapat memberikan Imunisasi dengan pertimbangan tertentu, orang tua dapat menghubungi seseorang Dokter (Dokter Spesialis Anak) untuk mendapatkannya.
Tujuan Imunisasi:
Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.
Manfaat Imunisasi:
(1)Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
(2)Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
(3)Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
Perlukah Imunisasi ulang?
Imunisasi perlu diulang untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit.
Dimana mendapatkan imunisasi?
(1)Di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
(2)Di Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin, BKIA atau Rumah Sakit Pemerintah.
(3)Di Praktek Dokter/Bidan atau Rumah Sakit Swasta.
Apakah Imunisasi Difteri, Pertusis (Batuk Rejan), Tetanus (DPT) dapat diberikan bersama-sama Imunisasi polio?
Imunisasi DPTdan polio dapat diberikan bersamaan waktunya.
Efek samping Imunisasi:
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yan membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi adalah sebaagai berikut:
BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2 – 3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ± 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.
DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.
POLIO: Jarang timbuk efek samping.
CAMPAK: Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4 – 10 hari sesudah penyuntikan.
HEPATITIS: Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.
Perlukah pemerikasaan darah sebelum pemberian Imunisasi Hepatitis?
Untuk bayi berumur lebih dari 1 tahun seyogyanya dilakukan pemerikasaan darah.
TETANUS TOXOID: Efek samping TT untuk ibu hamil tidak ada. Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan dari pada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.
Untuk apakah Imunisasi ini?
Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan Imunisasi Imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan ibu-ibu hamil serta wanita usia subur.
Apakah Imunisasi Dasar dan beberapa kali diberikan?
Imunisasi Dasar diberikan untuk mendapat kekebalan awal secara aktif.
Kekebalan Imunisasi Dasar perlu diulang pada DPT, Polio, Hepatitis agar dapat melindungi dari paparan penyakit.
Pemberian Imunisasi Dasar pada Campak, BCG, tidak perlu diulang karena kekebalan yang diperoleh dapat melindungi dari paparan bibit penyakit dalam waktu cukup lama.
Source : www.infeksi.com
0 Comments:
Post a Comment
<< Home